Ini pertanyaan yang menarik. gimana Masa depan Toko Fisik di era Digital, Dahulu, ketika internet baru berkembang di tahun 2007 kebawah, kita sudah berandai-andai dan mengkhayal bahwa suatu saat nanti teknologi akan semakin canggih sehingga toko fisik akan punah.
Benarkah demikian?
Tanyakan pada diri Anda sendiri tentang tiga pertanyaan berikut:
- Jika Anda berbelanja di Tokopedia atau BukaLapak, dan menemukan penjualnya tidak memasang alamat toko, apakah Anda akan percaya dengan kredibilitasnya meskipun dia seorang gold merchant?
- Jika Anda mengunjungi website sebuah produk, tapi dia tidak mencantumkan alamat lengkap toko fisiknya, apakah Anda mau berbelanja disana?
- Jika Anda mencari nama toko di Google, tapi tokonya tidak dapat ditemukan di Google Maps atau Google My Business, masihkah Anda mau berbelanja di toko tersebut?
Saya yakin, jika Anda sering berbelanja daring, maka Anda akan ragu-ragu berbelanja pada penjual yang bahkan tidak memiliki toko fisik.
Saya yakin, Anda lebih memilih penjual yang jelas-jelas memiliki toko fisik dan alamat yang lengkap.
Kenyataannya, meskipun teknologi seperti analitika dan big data telah membantu banyak pebisnis dalam berdagang, kita masih membutuhkan toko fisik.
Jika di dunia maya "legalitas" atau "keabsahan" suatu perusahaan dinilai dari situs web resminya, maka di dunia nyata "legalitas"-nya adalah kantor / toko dengan alamat lengkap yang jelas (dan bahkan sudah berbadan hukum bila perlu).
Mengapa? Bukankah dengan adanya teknologi e-commerce seharusnya kita jadi terbantu dengan mengurangi biaya-biaya beban yang tidak dibutuhkan? Untuk apa sewa ruko sebagai toko fisik Anda?
Menurut Goldman Sachs, perusahaan multinasional yang bergerak di bidang perbankan dan investasi:
"Retail is not dead; it is changing. How brick-and-mortar stores employ new technologies and new models may determine how they survive the relentless shift online.”——"Ritel belum mati; tapi berubah. Yang menentukan keberlangsungan hidup mereka dari pergerakan pola belanja daring yang tanpa henti adalah bagaimana toko fisik menggunakan teknologi baru dan model baru"
Hal ini juga dibuktikan dengan laporan pada tahun 2017 menunjukkan di Amerika Serikat ada 15 juta pekerjaan yang terkait dengan toko fisik.
Amazon yang merupakan rajanya e-commerce dunia ternyata juga membuka toko fisik sendiri dan jumlahnya juga lumayan. Total tokonya hingga tahun 2019 ini adalah 17 toko.
Bagaimana mungkin Amazon yang berjualan daring kok malah kembali ke cara klasik dengan membuka toko fisik?
TimeTrade melakukan survei pada 1000 orang responden di tahun 2015 untuk mengetahui perilaku mereka dalam berbelanja. Sayang sekali ini adalah survei lama, tapi saya rasa menarik untuk melihat perilaku konsumen 5 tahun yang lalu.
- Lebih dari 70% pelanggan lebih menyukai berbelanja ke toko fisiknya Amazon ketimbang berbelanja secara daring
- 90% konsumen lebih mungkin untuk membeli suatu produk jika dipandu oleh pramuniaga yang kompeten
- 92% generasi milenial lebih suka berbelanja ke toko fisik
- Hanya 13% responden yang melakukan jual beli melalui aplikasi mobile
Jika kita kaitkan dengan perilaku berbelanja daring di Indonesia, sepertinya kehadiran toko fisik hukumnya adalah wajib.
Konsumen saat ini sudah cerdas, mereka sudah banyak yang kecewa dengan pedagang dropshipper, apalagi penipuan masih marak terjadi (seperti barang tidak pernah dikirim walaupun sudah bayar).
Minimal, kalau jualan daring, maka foto dan alamat toko fisik tersebut terpampang jelas di Google Maps dan ini bisa membantu meningkatkan kepercayaan pelanggan.
Selain karena masalah "Trust", kita di Indonesia yang masih memiliki sifat hidup bermasyarakat yang tinggi, berbelanja di toko fisik dan dilayani secara langsung oleh manusia masih dianggap memiliki sentuhan yang rasa yang berbeda.
Ada perasaan terikat secara personal pada brand tersebut sehingga membuat orang menghargai suatu brand dan cenderung untuk datang kembali jika pelayanannya oke.
0 Response to "Masa depan Toko Fisik di era Digital"
Post a Comment